Abu Bakar Ash-Shidiq Nama lengkapnya adalah 'Abd
Allah ibn 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin
Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi'. Bertemu nasabnya
dengan nabi SAW pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Dan ibu dari abu
Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin
Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah bani Taim
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Rasulullah
SAW. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang
kemudian diubah oleh Rasulullah SAW menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Rasulullah
SAW memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu
Bakar membenarkan peristiwa Isra Miraj yang diceritakan oleh Rasulullah SAW
kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar
ash-Shiddiq"
Kisah ketika beliau anak-anak, masih muda dan
sikap beliau tentang kisah isra dapat dibaca disini
Usaha mencegah gangguan Quraisy
Kalaupun buku-buku sejarah dan mereka yang
menulis biografi Abu Bakar tidak menyebutkan usahanya, apa yang disebutkan
itu sudah memadai juga. Tetapi sungguhpun begitu dalam hati saya terbayang
jelas segala perhatiannya itu, serta hubungannya yang terus-menerus
dengan Hamzah, dengan Umar, dengan Usman serta dengan pemukapemuka
Muslimin yang lain untuk melindungi golongan lemah yang sudah masuk Islam
dari gangguan Quraisy. Bahkan saya membayangkan hubungannya dulu dengan
kalangan luar Islam, dengan mereka yang tetap berpegang pada kepercayaan
mereka, tetapi berpendapat bahwa Quraisy tidak berhak memusuhi orang
yang tidak sejalan dengan kepercayaan mereka dalam menyembah
berhala-berhala itu.
Dalam sejarah hidup Rasulullah kita sudah
melihat, di antara mereka banyak juga yang membela kaum Muslimin dari
gangguan Quraisy itu. Juga kita melihat mereka yang telah bertindak
membatalkan piagam pemboikotan tatkala orang-orang Quraisy sepakat hendak
memboikot Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya serta memblokade mereka
selama tiga tahun terus-menerus di celah-celah gunung di pinggiran kota
Mekah, supaya tak dapat berhubungan dan berbicara dengan orang di luar
selain pada bulan-bulan suci. Saya yakin, bahwa Abu Bakar, dalam
menggerakkan mereka yang bukan pengikut-pengikut agama Rasulullah
SAW, namun turut marah melihat tindakan-tindakan Quraisy terhadapnya itu, punya
pengaruh besar, karena sifatnya yang lemah lembut, tutur katanya yang ramah serta
pergaulannya yang menarik. Tindakan Abu Bakar dalam melindungi kaum
Muslimin ketika agama ini baru tumbuh, itu pula yang menyebabkan Rasulullah
SAW lebih dekat kepadanya. Inilah yang telah mempertalikan kedua orang
itu dengan tali persaudaraan dalam iman, sehingga Rasulullah SAW
memilihnya sebagai teman dekatnya (khalilnya).
Setelah dengan izin Allah agama ini mendapat
kemenangan dengan kekuatan penduduk Yasrib (Medinah) sesudah kedua
ikrar Aqabah, Rasulullah SAW pun mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah
ke kota itu. Sama halnya dengan sebelum itu, ia mengizinkan
sahabat-sahabatnya hijrah ke Abisinia. Orang-orang Quraisy tidak tahu, Rasulullah
SAW ikut hijrah atau tetap tinggal di Mekah seperti tatkala kaum Muslimin
dulu hijrah ke Abisinia.
Tahukah Abu Bakar maksud Rasulullah SAW, yang
oleh Quraisy tidak diketahui? Segala yang disebutkan mengenai ini hanyalah,
bahwa Abu Bakar meminta izin kepada Rasulullah SAW akan pergi hijrah,
dan dijawab: "Jangan tergesa-gesa, kalau-kalau Allah nanti
memberikan seorang teman kepadamu." Dan tidak lebih dari itu.
Bersiap-siap, kemudian hijrah
Di sini dimulai lagi sebuah lembaran baru,
lembaran iman yang begitu kuat kepada Allah dan kepada Rasulullah. Abu Bakar
sudah mengetahui benar, bahwa sejak kaum Muslimin hijrah ke Yasrib,
pihak Quraisy memaksa mereka yang dapat dikembalikan ke Mekah harus
dikembalikan, dipaksa meninggalkan agama itu. Kemudian mereka disiksa,
dianiaya. Juga ia mengetahui, bahwa orang-orang musyrik itu berkumpul di
DarunNadwah, berkomplot hendak membunuh Rasulullah SAW. Kalau ia menemani
Rasulullah SAW dalam hijrahnya itu lalu Quraisy bertindak membunuh Rasulullah
SAW, tidak bisa tidak Abu Bakar juga pasti dibunuhnya. Sungguhpun
begitu, ketika ia oleh Rasulullah SAW diminta menunda, ia pun tidak
ragu. Bahkan ia merasa sangat gembira, dan yakin benar ia bahwa kalau
ia hijrah bersama Rasulullah, Allah akan memberikan pahala dan ini
suatu kebanggaan yang tiada taranya. Kalau sampai ia mati terbunuh
bersama dia, itu adalah mati syahid yang akan mendapat surga.
Sejak itu Abu Bakar sudah menyiapkan dua ekor
unta sambil menunggu perkembangan lebih lanjut bersama kawannya itu.
Sementara sore itu ia di rumah tiba-tiba datang Rasulullah SAW seperti
biasa tiap sore. Ia memberitahukan bahwa Allah telah mengizinkan ia
hijrah ke Yasrib. Abu Bakar menyampaikan keinginannya kepada Rasulullah
sekiranya dapat menemaninya dalam hijrahnya itu; dan permintaannya itu pun
dikabulkan.
Khawatir Rasulullah SAW akan melarikan diri
sesudah kembali ke rumahnya, pemuda-pemuda Quraisy segera mengepungnya. Rasulullah
SAW membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya ia mengenakan mantel
Hadramautnya yang hijau dan berbaring di tempat tidurnya. Hal itu
dilakukan oleh Ali. Lewat tengah malam, dengan tidak setahu pemudapemuda Quraisy
ia keluar pergi ke rumah Abu Bakar. Ternyata Abu Bakar memang sedang jaga
menunggunya. Kedua orang itu kemudian keluar dari celah pintu belakang
dan bertolak ke arah selatan menuju Gua Saur. Di dalam gua itulah mereka
bersembunyi. Pemuda-pemuda Quraisy itu segera bergegas ke setiap lembah
dan gunung mencari Rasulullah SAW untuk dibunuh. Sampai di Gua Saur salah
seorang dari mereka naik ke atas gua itu kalau-kalau dapat menemukan
jejaknya. Saat itu Abu Bakar sudah mandi keringat ketika terdengar suara
mereka memanggil-manggil. Ia menahan nafas, tidak bergerak dan hanya
menyerahkan nasib kepada Allah. Tetapi Rasulullah SAW masih tetap
berzikir dan berdoa kepada Allah. Abu Bakar makin merapatkan diri ke
dekat kawannya itu, dan Rasulullah SAW berbisik di telinganya: