Abu Bakar Ash Shiddiq lahir di Mekah dari
keturunan Bani Tamim (Attamimi), sub-suku bangsa Quraisy ( Beberapa sejarawan
Islam mencatat ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi,
seorang yang terpelajar, serta dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan
mimpi) pada 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H,beliau termasuk
di antara mereka yang paling awal memeluk Islam. Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu
Bakar menjadi kalifaf Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M.
Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara
empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang
diberi petunjuk.
Abu Bakar Ash-Shidiq Nama lengkapnya adalah 'Abd
Allah ibn 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin
Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi'. Bertemu nasabnya
dengan nabi SAW pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Dan ibu dari abu
Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin
Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah bani Taim
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Rasulullah
SAW. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang
kemudian diubah oleh Rasulullah SAW menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Rasulullah
SAW memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu
Bakar membenarkan peristiwa Isra Miraj yang diceritakan oleh Rasulullah SAW
kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar
ash-Shiddiq"
Masa mudanya
Semasa kecil Abu Bakar hidup seperti umumnya
anak-anak di Mekah. Lepas masa anak-anak ke masa usia remaja ia
bekerja sebagai pedagang pakaian. Usahanya ini mendapat sukses. Dalam
usia muda itu ia kawin dengan Qutailah bint Abdul Uzza. Dari perkawinan
ini lahir Abdullah dan Asma'. Asma' inilah yang kemudian dijuluki
Zatun-Nitaqain. Sesudah dengan Qutailah ia kawin lagi dengan Umm
Rauman bint Amir bin Uwaimir. Dari perkawinan ini lahir pula Abdur-Rahman
dan Aisyah. Kemudian di Medinah ia kawin dengan Habibah bint Kharijah,
setelah itu dengan Asma' bint Umais yang melahirkan Rasulullah SAW.
Sementara itu usaha dagangnya berkembang pesat dan dengan sendirinya ia
memperoleh laba yang cukup besar.
Perawakan dan perangainya
Keberhasilannya dalam perdagangan itu mungkin
saja disebabkan oleh pribadi dan wataknya. Berperawakan kurus, putih, dengan
sepasang bahu yang kecil dan muka lancip dengan
mata yang cekung disertai dahi yang agak menonjol dan urat-urat tangan yang
tampak jelas — begitulah dilukiskan oleh putrinya, Aisyah Ummulmukminin. Begitu
damai perangainya, sangat lemah lembut dan sikapnya tenang sekali. Tak mudah ia
terdorong oleh hawa nafsu. Dibawa oleh sikapnya yang selalu tenang,
pandangannya yang jernih serta pikiran yang tajam, banyak kepercayaan dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak diikutinya. Aisyah
menyebutkan bahwa ia tak pernah minum minuman keras, di zaman jahiliah
atau Islam, meskipun penduduk Mekah umumnya sudah begitu hanyut ke dalam
khamar dan mabuk-mabukan. Ia seorang ahli genealogi — ahli silsilah — bicaranya
sedap dan pandai bergaul.
Seperti dilukiskan oleh Ibn Hisyam, penulis kitab
Sirah:
"Abu Bakar adalah laki-laki yang akrab di
kalangan masyarakatnya, disukai karena ia serba mudah. Ia dari
keluarga Quraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui
seluk-beluk kabilah itu, yang baik dan yang jahat. Ia seorang pedagang
dengan perangai yang sudah cukup terkenal. Karena suatu masalah,
pemuka-pemuka masyarakatnya sering datang menemuinya, mungkin karena
pengetahuannya, karena perdagangannya atau mungkin juga karena cara bergaulnya
yang enak."
Kecintaannya pada Mekah dan hubungannya
dengan Rasulullah SAW
Ia tinggal di Mekah, di kampung yang sama dengan
Khadijah bint Khuwailid, tempat saudagar-saudagar terkemuka yang
membawa perdagangan dalam perjalanan musim dingin dan musim panas
ke Syam1 dan ke Yaman. Karena bertempat tinggal di kampung itu,
itulah yang membuat hubungannya dengan Rasulullah SAW begitu akrab
setelah Rasulullah SAW nikah dengan Khadijah dan kemudian tinggal
serumah. Hanya dua tahun beberapa bulan saja Abu Bakar lebih muda dari Rasulullah
SAW. Besar sekali kemungkinannya, usia yang tidak berjauhan itu,
persamaan bidang usaha serta ketenangan jiwa dan perangainya, di samping
ketidaksenangannya pada kebiasaan-kebiasaan Quraisy — dalam
kepercayaan dan adat — mungkin sekali itulah semua yang berpengaruh dalam
persahabatan Rasulullah SAW dengan Abu Bakar. Beberapa sumber berbeda
pendapat, sampai berapa jauh eratnya persahabatan itu sebelum Rasulullah
SAW menjadi Rasul. Di antara mereka ada yang menyebutkan bahwa
persahabatan itu sudah begitu akrab sejak sebelum kerasulan, dan bahwa
keakraban itu pula yang membuat Abu Bakar cepat-cepat menerima Islam.
Ada pula yang lain menyebutkan, bahwa akrabnya
hubungan itu baru kemudian dan bahwa keakraban pertama itu tidak lebih hanya
karena bertetangga dan adanya kecenderungan yang sama. Mereka yang mendukung
pendapat ini barangkali karena kecenderungan Rasulullah SAW yang suka
menyendiri dan selama bertahun-tahun sebelum kerasulannya menjauhi orang
banyak. Setelah Allah mengangkatnya sebagai Rasul teringat ia pada Abu Bakar
dan kecerdasan otaknya. Lalu diajaknya ia bicara dan diajaknya menganut ajaran
tauhid. Tanpa ragu Abu Bakar pun menerima ajakan itu. Sejak itu terjadilah
hubungan yang lebih akrab antara kedua orang itu. Kemudian keimanan Abu Bakar
makin mendalam dan kepercayaannya kepada Rasulullah SAW dan risalahnya pun
bertambah kuat. Seperti dikatakan oleh Aisyah: "Yang kuketahui kedua
orangtuaku sudah memeluk agama ini, dan setiap kali lewat di depan rumah
kami, Rasulullah selalu singgah ke tempat kami, pagi atau
sore."
Menerima dakwah tanpa ragu dan sebabnya
Sejak hari pertama Abu Bakar sudah bersama-sama
dengan Rasulullah SAW melakukan dakwah demi agama Allah. Keakraban
masyarakatnya dengan dia, kesenangannya bergaul dan mendengarkan
pembicaraannya, besar pengaruhnya terhadap Muslimin yang mula-mula
itu dalam masuk Islam itu. Yang mengikuti jejak Abu Bakar menerima Islam
ialah Usman bin Affan, Abdur-Rahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah,
Sa'd bin Abi Waqqas dan Zubair bin Awwam. Sesudah mereka yang
kemudian menyusul masuk Islam — atas ajakan
Abu Bakar — ialah Abu Ubaidah bin larrah dan banyak lagi yang
lain dari penduduk Mekah.
Adakalanya orang akan
merasa heran betapa Abu Bakar. tidak merasa ragu
menerima Islam ketika pertama kali disampaikan Rasulullah SAW kepadanya
itu. Dan karena menerimanya tanpa ragu itu kemudiaYi Rasulullah berkata:
Sebenarnya tak perlu heran tatkala Rasulullah SAW
menerangkan kepadanya tentang tauhid dan dia diajaknya lalu menerimanya. Bahkan
yang lebih mengherankan lagi bila Rasulullah SAW menceritakan kepadanya
mengenai gua Hira dan wahyu yang diterimanya, ia mempercayainya tanpa
ragu. Malah keheranan kita bisa hilang, atau berkurang, bila kita ketahui
bahwa Abu Bakar adalah salah seorang pemikir Mekah yang memandang
penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka. Ia sudah
mengenai benar Rasulullah SAW — kejujurannya, kelurusan hatinya serta
kejernihan pikirannya. Semua itu tidak memberi peluang dalam hatinya
untuk merasa ragu, apa yang telah diceritakan kepadanya, dilihatnya
dan didengarnya. Apalagi karena apa yang diceritakan Rasulullah
kepadanya itu dilihatnya memang sudah sesuai dengan pikiran yang sehat.
Pikirannya tidak merasa ragu lagi, ia sudah mempercayainya dan menerima
semua itu.
Keberaniannya menerima Islam dan
menyiarkannya
Tetapi apa yang menghilangkan kekaguman kita
tidak mengubah penghargaan kita atas keberaniannya tampil ke depan umum
dalam situasi ketika orang masih serba menunggu, ragu dan sangat
berhati-hati. Keberanian Abu Bakar ini patut sekali kita hargai,
mengingat dia pedagang, yang demi perdagangannya diperlukan perhitungan
guna menjaga hubungan baik dengan orang lain serta menghindari
konfrontasi dengan mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan
kepercayaan mereka. Ini dikhawatirkan kelak akan berpengaruh buruk
terhadap hubungan dengan para relasi itu.
Berapa banyak orang yang memang tidak percaya
pada pandangan itu dan dianggapnya suatu kepalsuan, suatu cakap
kosong yang tak mengandung arti apa-apa, lalu dengan
sembunyi-sembunyi atau berpura-pura berlaku sebaliknya hanya untuk mencari
selamat, mencari keuntungan di balik semua itu, menjaga hubungan
dagangnya dengan mereka. Sikap munafik begini kita jumpai bukan di
kalangan awamnya, tapi di kalangan tertentu dan kalangan terpelajarnya
juga. Bahkan akan kita jumpai di kalangan mereka yang menamakan diri
pemimpin dan katanya hendak membela kebenaran. Kedudukan Abu Bakar yang
sejak semula sudah dikatakan oleh Rasulullah itu, patut sekali ia
mendapat penghargaan, patut dikagumi.
Usaha Abu Bakar melakukan dakwah Islam itulah
yang patut dikagumi. Barangkali ada juga orang yang berpandangan semacam dia,
merasa sudah cukup puas dengan mempercayainya secara diam-diam dan tak perlu
berterang-terang di depan umum agar perdagangannya selamat, berjalan lancar.
Dan barangkali Rasulullah SAW pun merasa cukup puas dengan sikap demikian
itu dan sudah boleh dipuji. Tetapi Abu Bakar dengan menyatakan terang-terangan
keislamannya itu, lalu mengajak orang kepada ajaran Allah dan Rasulullah
dan meneruskan dakwahnya untuk meyakinkan kaum Muslimin yang mula-mula
untuk mempercayai Rasulullah SAW dan mengikuti ajaran agamanya,
inilah yang belum pernah dilakukan orang; kecuali
mereka yang sudah begitu tinggi jiwanya, yang
sudah sampai pada tingkat membela kebenaran demi kebenaran. Orang
demikian ini sudah berada di atas kepentingan hidup pribadinya sehari
hari. Kita lihat, dalam membela agama, dalam berdakwah untuk agama,
segala kebesaran dan kemewahan hidup duniawinya dianggapnya kecil belaka.
Demikianlah keadaan Abu Bakar dalam persahabatannya dengan Rasulullah SAW,
sejak ia memeluk Islam, hingga Rasulullah berpulang ke sisi Allah dan Abu Bakar
pun kemudian kembali ke sisi-Nya.
Abu Bakar orang pertama yang memperkuat
agama
Teringat saya tatkala Hamzah bin Abdul Muttalib
dan Umar bin Khattab masuk Islam, betapa besar pengaruh mereka itu dalam
memperkuat Islam, dan bagaimana pula Allah memperkuat Islam dengan kedua mereka
itu. Keduanya terkenal garang dan berpendirian teguh, kuat, ditakuti oleh
lawan. Juga saya ingat, betapa Abu Bakar ketika ia masuk Islam. Tidak ragu
kalau saya mengatakan, bahwa dialah orang pertama yang ditempatkan Allah untuk
memperkuat agama-Nya. Orang yang begitu damai jiwanya, tenang, sangat
lemah lembut dan perkasa. Matanya mudah berlinang begitu melihat
kesedihan menimpa orang lain. Ternyata orang ini menyimpan iman yang
begitu kuat terhadap agama baru ini, terhadap Rasul utusan Allah.
Ternyata ia tak dapat ditaklukkan.
Adakah suatu kekuatan di dunia ini yang dapat
melebihi kekuatan iman! Adakah suatu kemampuan seperti kemampuan
iman dalam hidup ini! Orang yang mengira, bahwa kekuatan despotisma
dan kekuasaan punya pengaruh besar di dunia ini, ia sudah
terjerumus ke dalam jurang kesalahan. Jiwa yang begitu damai,
begitu yakin dengan keimanannya akan kebenaran, yang mengajak orang
berdakwah dengan cara yang bijaksana dan nasihat yang baik, dengan cara
yang lemah lembut, yang bersumber dari akhlak yang mulia dan perangai
yang lembut, bergaul dengan orang-orang lemah, orang-orang papa dan
kaum duafa, yang dalam penderitaannya sebagai salah satu sarana dakwahnya
— jiwa inilah yang sepantasnya mencapai sasaran sebagaimana dikehendaki,
karena ia mudah diacu dan keluar sesuai dengan pola yang ada padanya.
Itulah jejak Abu Bakar r.a. pada tahun-tahun
pertama dakwah Islam, dan terus berjalan sampai pada waktu ia
memangku jabatan selaku Khalifah, dan berlangsung terus sampai akhir
hayatnya.
Dalam menjalankan dakwah itu tidak hanya
berbicara saja dengan kawan-kawannya dan meyakinkan mereka, dan
dalam menghibur kaum duafa dan orang-orang miskin yang disiksa dan
dianiaya oleh musuhmusuh dakwah, tidak hanya dengan kedamaian jiwanya,
dengan sifatnya yang lemah lembut, tetapi ia menyantuni mereka dengan
hartanya. Digunakannya hartanya itu untuk membela golongan lemah dan
orangorang tak punya, yang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang
benar, tetapi lalu dianiaya oleh musuh-musuh kebenaran itu. Sudah cukup
diketahui, bahwa ketika ia masuk Islam, hartanya tak kurang dari empat
puluh ribu dirham yang disimpannya dari hasil perdagangan. Dan selama
dalam Islam ia terus berdagang dan mendapat laba yang cukup besar. Tetapi
setelah hijrah ke Medinah sepuluh tahun kemudian, hartanya itu hanya
tinggal lima ribu dirham. Sedang semua harta yang ada padanya dan yang
disimpannya, kemudian habis untuk kepentingan dakwah, mengajak orang ke
jalan Allah dan demi agama dan Rasul-Nya. Kekayaannya itu digunakan
untuk menebus orang-orang lemah dan budak-budak yang masuk Islam,
yang oleh majikannya disiksa dengan pelbagai cara, tak lain hanya karena
mereka masuk Islam.
Suatu hari Abu Bakar melihat Bilal yang negro itu
oleh tuannya dicampakkan ke ladang yang sedang membara oleh panas
matahari, dengan menindihkan batu di dadanya lalu dibiarkannya agar ia
mati dengan begitu, karena ia masuk Islam. Dalam keadaan semacam
itu tidak lebih Bilal hanya mengulang-ulang kata-kata: Ahad, Ahad.
Ketika itulah ia dibeli oleh Abu Bakar kemudian dibebaskan! Begitu juga
Amir bin Fuhairah oleh Abu Bakar ditebus dan ditugaskan menggembalakan
kambingnya. Tidak sedikit budak-budak itu yang disiksa, laki-laki dan
perempuan, oleh Abu Bakar dibeli lalu dibebaskan.
Peranan sebagai semenda Nabi
Tetapi Abu Bakar sendiri pun tidak bebas dari
gangguan Quraisy. Sama halnya dengan Rasulullah SAW sendiri yang juga tidak
lepas dari gangguan itu dengan kedudukannya yang sudah demikian rupa
di kalangan kaumnya serta perlindungan Banu Hasyim kepadanya.
Setiap Abu Bakar melihat Rasulullah SAW diganggu oleh Quraisy ia
selalu siap membelanya dan mempertaruhkan nyawanya untuk
melindunginya. Ibn Hisyam menceritakan, bahwa perlakuan yang paling jahat
dilakukan Quraisy terhadap Rasulullah ialah setelah agama dan dewa-dewa mereka
dicela. Suatu hari mereka berkumpul di Hijr, dan satu sama lain mereka berkata:
"Kalian mengatakan apa yang didengarnya dari kalian dan apa yang
kalian dengar tentang dia. Dia memperlihatkan kepadamu apa yang tak kamu
sukai lalu kamu tinggalkan dia."
Sementara mereka dalam keadaan serupa itu
tiba-tiba datang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekaligus ia
diserbu bersama-sama oleh mereka dan mengepungnya seraya berkata:
Engkau yang berkata begini dan begini? Maksudnya yang mencela
berhala-berhala dan kepercayaan mereka. Maka Rasulullah
Sallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab: Ya, memang aku yang
mengatakan. Salah seorang di antara mereka langsung menarik
bajunya. Abu Bakar sambil menangis menghalanginya seraya
katanya: Kamu mau membunuh orang yang mengatakan hanya
Allah Tuhanku! Mereka kemudian bubar. Itulah yang kita lihat perbuatan Quraisy
yang luar biasa kepadanya.
Tetapi peristiwa ini belum seberapa dibandingkan
dengan peristiwaperistiwa lain yang benar-benar memperlihatkan
keteguhan iman Abu Bakar kepada Rasulullah SAW dan risalahnya itu.
Sedikit pun tak pernah goyah. Dan iman itu
jugalah yang membuat tidak sedikit kalangan Orientalis tidak
jadi melemparkan tuduhan kepada Nabi, seperti yang biasa dilakukan oleh
mereka yang suka berlebih-lebihan. Dengan ketenangan dan kedamaian
hatinya yang demikian rupa, keimanan Abu Bakar tidak akan sedemikian
tinggi, kalau ia tidak melihat segala perbuatan Rasulullah yang
memang jauh dari segala yang meragukan, terutama pada waktu
Rasulullah sedang menjadi sasaran penindasan masyarakatnya. Iman
yang mengisi jiwa Abu Bakar ini jugalah yang telah mempertahankan Islam,
sementara yang lain banyak yang meninggalkannya tatkala Rasulullah
berbicara kepada mereka mengenai peristiwa Isra.
Sikapnya mengenai kisah Isra
Rasulullah SAW berbicara kepada penduduk Mekah
bahwa Allah telah memperjalankannya malam hari dari Masjidilharam ke
Masjidilaksa dan bahwa ia bersembahyang di sana. Oleh orang-orang
musyrik kisah itu diperolok, malah ada sebagian yang sudah Islam
pun merasa ragu. Tidak sedikit orang yang berkata ketika itu: Soalnya
sudah jelas. Perjalanan kafilah Mekah-Syam yang terus-menerus
pun memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana mungkin
hanya satu malam saja Rasulullah SAW pergi pulang ke Mekah!
Tidak sedikit mereka yang sudah Islam kemudian
berbalik murtad, dan tidak sedikit pula yang masih merasa sangsi. Mereka
pergi menemui Abu Bakar, karena mereka mengetahui keimanannya dan
persahabatannya dengan Rasulullah SAW. Mereka menceritakan apa yang telah
dikatakannya kepada mereka itu mengenai Isra. Terkejut mendengar apa yang
mereka katakan itu Abu Bakar berkata:
"Kalian berdusta."
"Sungguh," kata mereka. "Dia di
mesjid sedang berbicara dengan orang banyak."
"Dan kalaupun itu yang dikatakannya,"
kata Abu Bakar lagi, "tentu ia mengatakan yang sebenarnya. Dia
mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi,
pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu
herankan."
Abu Bakar lalu pergi ke mesjid dan mendengarkan
Nabi yang sedang melukiskan keadaan Baitulmukadas. Abu Bakar sudah
pernah mengunjungi kota itu.
Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakar
berkata: "Rasulullah, saya percaya."
Sejak itu Rasulullah SAW memanggil Abu Bakar
dengan "as-Siddlq". (Siddiq, orang yang selalu membenarkan,
percaya, yang menerapkan kata dengan perbuatan, yang kemudian menjadi gelar Abu
Bakr (al-Mu'jam al-Wasit); orang yang mencintai kebenaran, yakni Nabi
Ibrahim dan Nabi Idris (Qur'an, 19. 41, 56). — Pnj.)
Pernahkah suatu kali orang bertanya dalam hati:
Sekiranya Abu Bakar juga sangsi seperti yang lain mengenai apa yang diceritakan
Rasulullah tentang Isra itu, maka apa pula kiranya yang akan terjadi dengan
agama yang baru tumbuh ini, akibat kesangsian itu? Dapatkah orang
memperkirakan berapa banyak jumlah orang yang akan jadi murtad, dan goyahnya
keyakinan dalam hati kaum Muslimin yang lain? Pernahkah kita ingat,
betapa jawaban Abu Bakar ini memperkuat keyakinan orang banyak, dan
betapa pula ketika itu ia telah memperkuat kedudukan Islam?
Kalau dalam hati orang sudah bertanya-tanya,
sudah memperkirakan dan sudah pula ingat, niscaya ia tak akan ragu lagi
memberikan penilaian, bahwa iman yang sungguh-sungguh adalah kekuatan yang
paling besar dalam hidup kita ini, lebih besar daripada kekuatan kekuasaan dan
despotisma sekaligus. Kata-kata Abu Bakar itu sebenarnya merupakan salah
satu inayah Ilahi demi agama yang benar ini. Katakata itulah sebenarnya
yang merupakan pertolongan dan dukungan yang besar, melebihi dukungan
yang diberikan oleh kekuatan Hamzah dan Umar sebelumnya. Ini memang
suatu kenyataan apabila di dalam seja-
rah Islam Abu Bakar mempunyai tempat tersendiri
sehingga Rasulullah berkata: "Kalau ada di antara hamba Allah yang
akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakar-lah
khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai
tiba saatnya Allah mempertemukan kita."
Kata-kata Abu Bakar mengenai Isra itu menunjukkan
pemahamannya yang dalam tentang wahyu dan risalah, yang tidak dapat
ditangkap oleh kebanyakan orang. Di sinilah pula Allah telah
memperlihatkan kebijakan-Nya tatkala Rasulullah memilih seorang teman
dekatnya saat ia dipilih oleh Allah menjadi Rasul-Nya untuk menyampaikan
risalah-Nya kepada umat manusia. Itulah pula bukti yang kuat, bahwa kata
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya tertanam kukuh dan cabangnya
(menjulang) ke langit, dengan jejak yang abadi sepanjang zaman, dengan karunia
Allah. Ia tak akan dikalahkan oleh waktu, tak akan dilupakan.
Tugasnya sesudah Isra
Sesudah peristiwa Isra itu, sebagai orang yang
cukup berpengalaman akan seluk-beluk perbatasan, Abu Bakar tetap
menjalankan usaha dagangnya. Sebagian besar waktunya ia gunakan
menemani Rasulullah dan untuk menjaga orang-orang lemah yang sudah
masuk Islam, melindungi mereka dari gangguan Quraisy di samping
mengajak mereka yang mulai tergugah hatinya kepada Islam.
Sementara Quraisy begitu keras mengganggu Nabi
dan Abu Bakar serta kaum Muslimin yang lain, belum terlintas dalam pikiran
Abu Bakar akan hijrah ke Abisinia bersama-sama kaum Muslimin yang
lain yang mau tetap bertahan dengan agama mereka.(Ada juga sumber yang
menyebutkan, bahwa Abu Bakar bermaksud pergi bersama-sama mereka yang hijrah ke
Abisinia; tetapi ia bertemu dengan Rabiah bin ad-Dugunnah yang berkata
kepadanya: "Wah, jangan ikut hijrah. Engkau penghubung tali kekeluargaan,
engkau yang membenarkan peristiwa Isra, membantu orang tak punya dan
engkau yang mengatur pasang surutnya keadaan." Ia lalu diberi
perlindungan keamanan oleh Quraisy. Abu Bakar tetap tinggal di Mekah dan di
serambi rumahnya ia membangun sebuah mesjid. Di tempat itu ia
sembahyang dan membaca Qur'an. Sekarang Quraisy merasa khawatir,
perempuan-perempuan dan pemuda-pemuda mereka akan tergoda. Mereka mengadu
kepada Ibn ad-Dugunnah. Abu Bakar mengembalikan jaminan perlindungan itu
dan ia tetap tinggal di Mekah menghadapi segala gangguan.)
Malah ia tetap tinggal di Mekah bersama Rasulullah SAW, berjuang
mati-matian demi dakwah di jalan Allah sambil belajar tentang segala
yang diwahyukan Allah kepada Nabi untuk disiarkan kepada umat
manusia. Dan dengan segala senang hati disertai sifatnya yang lemah
lembut, semua harta pribadinya dikorbankannya demi kebaikan mereka yang sudah
masuk Islam dan demi mereka yang diharapkan mendapat petunjuk Allah bagi
yang belum masuk Islam.
kaum Muslimin di Mekah ketika itu memang sangat
memerlukan perjuangan serupa itu, memerlukan sekali perhatian Abu Bakar.
Dalam pada itu Rasulullah SAW masih menerima wahyu dari Allah dan ia
sudah tidak lagi mengharapkan penduduk Mekah akan menyambut ajakannya
itu. Maka ia mengalihkan perhatian kepada kabilah-kabilah. Ia menawarkan diri
dan mengajak mereka kepada agama Allah. Ia telah pergi ke Ta'if, meminta
pengertian penduduk kota itu. Tetapi ia ditolak dengan cara yang tidak
wajar. Dalam hubungannya dengan Tuhan selalu ia memikirkan risalahnya itu
dan untuk berdakwah ke arah itu serta caracaranya untuk
menyukseskan dakwahnya itu.
Dalam pada itu Quraisy juga tak pernah tinggal
diam dan tak pernah berhenti mengadakan perlawanan. Di samping semua itu,
Abu Bakar juga selalu memikirkan nasib kaum Muslimin yang tinggal
di Mekah, mengatur segala cara untuk ketenteraman dan keamanan
hidup mereka.
kisah selanjutnya tentang sikap beliau selama
mendampingi Rasulullah SAW dalam mencegah gangguan kepada Islam dan memperkuat
Agama dapat dibaca disini
sumber :
id.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar